pendidikan

Pendidikan Itu Berwarna

Anika Mufidah

FKIP Biologi

Universitas Muhammadiyah Malang

 

 

Tak pernah terfikir bahwa ilmu itu sangatlah berarti. Ilmu dibawakan oleh guru. Tanpa guru kita pasti bukanlah seorang yang berarti dalam hidup. Aku mengakui guru terbaik adalah pengalaman, seperti dalam slogan experince is the best teacher. Tapi selain itu guru yang mengajar kita dari TK sampai SMA tidak kalah berarti bagi hidupku. Mereka menemaniku sejak aku belum mengerti huruf sampai aku bisa mengerti aku harus kemana membawa hidup ini. Aku tak pernah menyadari bahwa pendidikan menjadi pedoman hidup untuk menjadi diri yang lebih baik. Hidup itu bukanlah  statis tapi dinamis dan guru memberi itu kepadaku.

Kita tidak bisa menyamakan antara guru satu dengan guru yang lain. Dilihat dari segi manapun mereka mesti memiliki sisi yang berbeda dengan yang lain. Dari sudut pandang pribadiku, aku mengklasifikasikan tipe guru menjadi tiga. Yang pertama, guru mengabdikan ilmu dengan sepenuhnya. Beliau selau berfikir untuk selalu ingin memberikan ilmunya pada siapapun dan kapanpun selagi ilmu itu layak untuk disampaikan. Mereka tidak berfikir untuk mendapatkan ganti dari anak didiknya. Yang beliau inginkan hanya ilmu yang beliau berikan bisa bermanfaat bagi semuanya.

Kedua, mereka mengajar tapi dengan karena honor atau gaji. Jika tidak ada honor yang diterima mereka mogok kerja atau tidak mau mengajar. Ketiga, tipe yang paling ekstrim menurutku. Karena dimana guru itu hanya masuk sesukanya. Tidak memperdulikan apakah anak didiknya itu memahami pelajaran tersebut atau tidak. Yang terpenting baginya sudah masuk untuk menemui anak didiknya.

Semua guru memang berbeda akan tetapi kita tidak etis jika harus membeda-bedakannya. Karena tetap kita harus menghargai mereka sebagai guru kita. Sebagai seorang murid memang aku merasakannya sejauh ini 9 tahun. Disetiap jenjang sekolahku sudah ada yang seperti itu. Tapi bagaimana cara kita harus menghormati mereka, walau mungkin memang kita kadang merasa guru yang baik itu perlu kita perhatikan lebih sebagai tanda kita berterima kasih. Kita boleh menunjukkan kasih sayang kepada guru. Kita boleh membantu guru dengan membawakan buku-buku guru ke bilik guru. Kita juga boleh memberikan hadiah kepada guru semasa sambutan hari guru pada 16 Mei. Kita boleh menghargai guru dengan mengenang jasa guru. Hal ini disebabkan guru telah banyak berjasa. Sebagai contoh, ketika guru sakit, kita hendaklah menjenguknya. Dengan ini guru akan merasa gembira dan bangga terhadap anak didiknya tanpa merasa kita membeda-bedakannya.

Seni dalam mengajar tidak hanya membuat siswa paham dengan apa yang guru sampaikan tapi yang terpenting bisa merubah perilaku siswa menuju lebih baik. Oleh karena itu mengajar perlu memakai hati agar sampai ke hati para siswa sehingga siswa berubah dari hati bukan paksaan.

Kita sebagai murid memang kadang tidak mengetahui apa yang difikirkan oleh guru. Kita kadang hanya mencuekkan saja apalah mau kita. Tapi sebenarnya guru itu mencoba untuk masuk kekehidupan kita tanpa kita sadari. Tapi kita sebagai murid tidak memperdulikannya. Sebagai contoh, aku pernah membaca di media online edukasi.kompasiana.com dengan judul MENGAJAR DENGAN HATI  oleh Tatin At-tin.  “Sebuah pengalaman kelas 12 disebuah kelas yang terkenal dengan kenakalanya, seorang siswa selalu duduk dibelakang, tak pernah memperhatikan, selalu membuat ulah dikelas. Suatu saat saya coba dekati dan mencoba menerangkan secara personal kepada siswa tersebut ketika siswa lain mengerjakan latihan soal. Setelah saya menerangkan saya coba memberitahu satu soal dan membiarkan ia mengerjakannya lalu setelah saya liat kembali ternyata siswa itu bisa mengerjakan soal tersebut lalu saya berikan aplous kepada siswa tersebut berupa pujian tuk menyadarkan kepercayaan dirinya bahwa ternyata ketika kamu memperhatikan ternyata kamu bisa jadi selama ini dia tidak bodoh tapi hanya belum sadar bahwa dia bisa. Akhirnya semenjak kejadian itu ia mulai tersadar bahwa dia selama ini hanya malas saja. Lalu setiap pelajaran saya akhirnya ia selalu duduk di paling depan dan memperhatikan. Satu pelajaran yang didapat hari itu bahwa ketika kita bisa memanusiakan manusia dengan cara mendorong kepercayaan diri siswa maka siswapun akan mau berubah dan bisa membuat mind setnya dari tak bisa menjadi bisa.”.  Dengan demikian sebagai seorang pengajar perlu memberikan sesuatu yang berbeda dari biasa untuk menjadikannya sebagai penyemangat diri mereka.

Dulu ketika aku kecil aku ingin menjadi guru. Karena walaupun sudah tua masih akan tetap di panggil dengan sebutan “Bu” lain “Tante” apalagi “Nek”, aku menyukai itu. Akan tetapi ketika aku sudah menginjak dewasa aku menjadi lebih merasa bahwa menjadi guru itu berat karena melihat teman-temanku yang bandel. Aku membayangkan betapa susahnya menghadapi mereka semua. Maka dari itu cita-citaku menjadi berubah. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, aku menemukan sosok yang menjadikan guru itu adalah pekerjaan yang mulia. Aku diberikan inspirasi menjadi guru. Aku terinspirasi oleh kata-kata beliau yang selalu menyemangati di setiap perjalananku selain dari ayah dan ibuku. Beliau adalah guru Sejarah di SMP ku dulu. Akan tetapi kini telah menjadi ayah angkatku.

Pada saat SMA aku di minta oleh guruku untuk menjadi tutor sebaya. Awal-awal memang seperti menjelaskan pada teman. Tapi yang sedikit aku deg-deg an di perhatikan oleh guru dan seluruh kawan-kawanku. Aku sedikit canggung tapi aku mencoba untuk memberanikan diri untuk memulainya. Memang memerlukan strategi yang tepat, yang pertama untuk menarik perhatian mereka. Dan menyampaikan materi yang di berikan kepadaku. Dan yang terpenting adalah memahamkan mereka dengan materi yang sedang di bahas. Aku menyukai ini, aku bisa melakukannya tapi tidak semua kawan-kawanku mengerti akan penjelasanku itu. Ya aku bisa mengerti itu karena memang aku belum menjadi guru yang profesional.

Tidak lama setelah melaksanakn ujian nasional ada seorang tetanggaku meminta tolong untuk membantunya mengajari anaknya. Aku ragu dengan diriku, apakah aku bisa walau jenjang anak itu masih SD? Pertanyaan besar ada dihatiku saat itu. Akan tetapi aku segera memotong kebingunganku itu dengan mencoba untuk menyetujui dan memulai untuk mengajari anak tetanggaku itu. Aku tak menyangka ternyata dia adalah anak yang pandai dan sangat bersemangat sekali untuk mengerjakan soal-soal itu. Sampai-sampai aku menjadi penonton disana. Tapi tak begitu lama ia mengalami kesulitan. Dan aku mencoba untuk membantunya. Pelan-pelan aku mencoba untuk memahamkan dia, tapi dia masih dengan egonya yang terus saja bersemangat dengan tugasnya. Dan tidak banyak aku membantunya dia lancar sekali mengerjakan soal-soal tersebut. Sehingga soal-soal tadi selesai dengan cepat dan insyaAllah tepat.

Tidak lama setelah hari itu ada 3 anak SMP ya tidak lain juga anak tetanggaku akan tetapi ini jenjangnya di atas SD yaitu SMP. Ketika itu malam sebelum ujian kenaikan kelas bagi mereka. Mereka datang kerumah dengan bertiga. Kemudian masuk dan mulai mengerjakan. Di antara mereka tidak ada sifat yang sama. Ada yang suka bercanda tidak serius-serius. Ada yang diem saja. Ada yang ingin bisa. Sungguh sangat mengasikkan aku bisa ada di tengah-tengah mereka.

Aku ingin belajar menjadi guru, walau kata orang berat tapi aku ingin menjawab tantangan mereka. Aku mengingat firman Allah dalam surat Al-Insyirah ayat 5 yang intinya sesudah kesulitan pasti ada kemudahan, dan di ulang kembali di ayat 6. Aku yakin itu.

“Maaaak”

“Maaaak”

 

“Maak, bajuku mana?” teriak elis pada maknya

“Baju yang mana lagi tho nduk?” jawab mak pada elis

“Mak tau nggak sih, baju pink yang biasa aku pakek buat ke pesta.”

“Tapi mak akhir-akhir ini enggak pernah lihat.”

“Pokoknya kalo sampe enggak ketemu mak liat aja, apa yang terjadi sama emak, huh.” Berlalulah Elis meninggalkan maknya setelah mendorongnya.

“Astaghfirullah elis, Kamu kenapa jadi anak seperti ini? Mak sudah sakit-sakitan .” ucap mak dengan nada pelan.

Semenjak ditinggalkan oleh Ayahnya , Elis menjadi anak yang tidak patuh pada maknya. Karena semasa Ayahnya hidup Elis dimanja. Apapun yang Elis mau semua dituruti oleh Ayahnya. Dan setelah ayah Elis meninggal mak Elis tidaklah bekerja karena ketidakkuasaan beliau untuk bekerja.

“Eh,, mak dah ketemu belum? Mau berangkat nih.” Tanya Elis.

“Lis, mak sedang sakit, cobalah kamu…”

Elis memotong pembicaraan maknya.

“Banyak bicara, seharusnya emak itu ngaca kenapa kita jadi miskin gini. Coba ayah masih hidup, hidupku  enak mak. Mulai hari ini mak harus cari kerja dan satu lagi jangan pernah memakai barang apapun milikku yang diberi ayah, ngerti ?” sambil menunjuk maknya.

Mak elis semakin bingung dan sedih melihat buah hatinya yang menginjak remaja menjadi kasar.

Dua hari kemudian, ada panggilan orangtua dari sekolah Elis untuk membicarakn masalah penyelenggaraan ujian kelulusan. Akan tetapi Elis tidak menyampaikannya pada emak. Akan tetapi ia justru mendatangi kediaman tante Wida, yaitu adik dari ayah Elis. Elis meminta tantenya untuk datang ke undangan orangtua. Setelah Elis pulang tak lama kemudian tante Wida mendatangi kediaman Elis. Elis sangatlah terkejut melihatnya dari jendela kamarnya. Lalu tante Wida menanyakan kepada mak apakah benar memberikan izin kepada tante Wida sebagai wakil dari mak.

“Lho, emang ada apa di sekolah?” mak penasaran

Nduk enggak pernah  bilang ada undangan orangtua?” lanjut mak semakin penasaran.

“Tapi Elis yang mengatakannya yu, kalau sampean yang sudah memberi izin kepadaku yang mendatanginya.” Jelas tante Wida

Nduk, nduk, sini ada tante Wida.”

Setelah beberapa kali mak memanggil Elis akhirnya Elis keluar juga dari kamarnya.

“Eh, tante, udah lama ya!” sapa Elis pada tante Wida berpura-pura tidak tahu.

“Katanya sudah bilang sama makmu, koq malah makmu gak tau?” tanya tante Wida

“Yah tante, soalnya kalo aku bilang sama mak, nanti mak pasti usaha untuk ke sekolah. Aku kan kasihan sama emak kalo sakit berangkat juga,” jelas Elis yang sebenarna tak sesuai dengan hatinya.

“Ngrepotin nduk, sudah biar mak saja yang berangkat.” Kata mak

“Tapi kalau yu sedang sakit enggak papa koq, biar saya saja.” Kata tante Wida

“Udahlah mak, biar tante Wida aja, mak dirumah.” Pinta Elis

Kemudian merekapun membicarak masalh itu, danakhirnya didapatkan kesepakatan jika maklah yang akan mendatangi undangan tersebut. Dan berkecamuklah hati Elis.

Sehari kemudian yaitu hari yang tertera dalam selembar undangan untuk orangtua. Datanglah emak bersama Elis di sekolah Elis. Dengan terbatuk-batuk mak segera masuk ke ruangan. Hampir semua kawan Elis menertawakan Elis karena membawa emaknya yang sakit-sakitan.

“Gara-gara mak semua ini, coba kemarin biar tante Wida yang dateng enggak mungkin di tertawain. Udah tua, peyot, kumel, sakit-sakitan lagi.”

“Udahlah  nduk cuekin saja mereka.”

“Aku benci emak.”

Dengan sangat malu Elis pun meninggalkan emaknya begitu saja dan tidak mendampingi untuk melanjutkan ke pembahasan, ia memilih duduk berjauhan.

Emak kemudian mengelus dada dengan sedikit bergeming tak tahu apayang sedang ia katakan. Setelah rapat seusai, semua tamu terlihat beermunculan dari mulut gedung sekolah. Semakin lama akhirnya Elis dan maknya terlihat juga. Kemudian Elis meninggalkan emaknya sendiri dan langsung mencari taxi. Dan menunggu angkot. Sesampainya dirumah banyak nasehat yang di terima oleh Elis. Tetapi Elis mencuekkan saja dianggapnya sebagai angin lalu.

Satu minggu kemudian ujian kelulusan SLTA memasuki hari pertama, dan dilanjutkan hari-hari berikutnya  hingga berakhirnya ujian kelulusan tingkat SLTA. Sesampainya Elis di rumah

“Gimana nduk, sukseskan?” sapa mak pada Elis yang baru saja masuk

“Ngapain tanya-tanya kaya enggak pernah sekolah aja.”

“Ya kan mak tanya.”

“Emang mak tuh cerewet banget, hidup aku dipenuh sama tante Wida, tapi enggak pernah tanya-tanya  tuh. Lha emak enggak ngapain-ngapain cerewet banget. Udahlah aku enggak betah lama-lama dirumah. Aku amu pergi. Enggak tau pulang apa enggak.”

Nduk, nduk…” emak memanggil Elis tapi tak juga didengar.

Belum lama Elis pulang, tapi ia pun kembali meninggalkan rumah. Sampai tibalah matahari berada di ufuk barat. Elis pun tidak kunjung kembali. Mak sangatlah cemas. Mak sampai tidak makan karena menunggu Elis di depan rumah hingga matahari tak terlihat kembali. Berhari-hari Elis meninggalkan rumah. Sampai terfikir mak akan mendatangi tante Wida. Akan tetapi fikiran itu sekilas pupus, karena selain tak tahu tempatnya juga tiada biaya untuk pergi kesana. Karena memang semenjak tante Wida pindah rumah belum pernah emak kesana. Sore harinya ada sebuah mobil yang berhenti tepat didepan rumah emak. Kemudian seorang dalam mobil tersebut turun, dan mendekati pintu depan rumah emak.

“Tok..tok..tok..”

Kemudian mak merasa penasaran dan segera membuka pintu.

“Assalamu’aliakum.”

“Waalaikumsalam, lho mas Agung, silakan masuk!”

Mas Agung adalah panggilan bagi suami tante Wida. Jadi mas Agung adalah omnya Elis.

“Gini mbak, Elis dirumahku sudah 6 hari, apa mbak ngizinin dia?” tanyanya.

“Aduh , aku cemas sekali mikirin Elis.”

“Kata Elis mbak sudah ngizinin dia.” Tambahnya

Merekapun membicarakan Elis yang pergi dari rumah, dan kemudian pergi kerumah tante dan omnya selama berhari-hari tanpa izin dari mak sebagai ibu yang telah melahirkan Elis.

“Sebaiknya mbak kerumah kami, karena saat ini, dia sedang mengambil hasil kelulusannya.” Usul om Agus

“Oh, kalu begitu ya enggak papa, mari kita segera berangkat, keburu Elis dateng duluan.” Ajak mak.

Merekapun berangkat menuju kediaman om Agus. Disana belum terlihat adanya Elis. Setelah 1 jam kemudian, akhirnya terdengar suara Elis. Ia terlihat membawa sebuah amplop. Elis menyerahkan amplop itu pada tante Wida. Tanpa ada komentar, tante Wida langsung menyerahkan amplop itu ke emak. Dan Elis berteriak.

“Maaaaak… aku enggak lulus.”

MELAKUKAN YANG TERBAIK

Walaupun kita sedang lelah, sedih, gelisah, kita harus selalu melakukan yang terbaik, karena pasti barang tentu itu pasti akan berbalik pada diri kita sendiri. Jika kita melakukan yang terbaik maka yang akan datang pasti yang terbaik pula untuk kita. Begitu juga sebaliknya jika kita melakukan seenaknya sendiri kepada diri kita sendiri sudang barang tentu itu juga akan berbalik pada diri kita sendiri. Jadi lakukanlah hal yang terbaik untuk diri kalian sendiri.

Aku pernah mendengar sebuah cerita dari guruku SMP. Beliau mencerikan sebuah perjalanan dari seorang kakek yang menjadi pembangun rumah. Dia dipercayai menjadi perancang rumah yang handal dan sangat terpercaya. rumah-rumah buatannya begitu indah dan sangat nyaman dihuni. Suatu ketika ia mendekati waktu pensiun. Ia diminta untuk membuat sebuah rumah lagi. Dan ia berpikir bahawa hanya satu rumah saja dan terakhir ia pun melakukannya semau dia. Catnya dan segalanya acak-acakan tidak seindah dan sebagus buatannya biasanya. Dan ketika rumah itu berhasil diselesaikan. Dan kunci dari rumah itu diserahkan kepada bosnya dan bosnya berkata “ini kunci untuk bapak”. Sekejap kakek perancang dan pembangun rumah itu terhentak dan bingung. Dan kakek itu berkata “apa maksudnya ini pak?” dan bosnya menjawab “kunci ini untuk Bapak, rumah itu silakan Bapak tempati”. Dan kakek itu dalam hatinya menyesal telah membuat rumah itu dengan seenaknya sendiri. Dia tidak melakukan yang terbaik. Dan kesimpulan yang bisa di ambil kita harus melakukan yang terbaik selalu walaupun itu sudah yang terakhir kita lakukan. 🙂

cerpen1

RS UMM

IT kita

http://www.youtube.com/watch?v=iTu3qI02gFg